Assalamualaikum Wr.Wb. Selamat pagi sahabat blogger semua. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah Swt. Pada kali ini saya akan share tentang hadits-hadits lemah seputar Ramadhan. Tulisan ini bukanlah hasil tulisan saya. Tulisan ini ditulis oleh Anshari Taslim, Lc. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan kasih sayangnya pada beliau. Aamiin
Pendahuluan
Dalam
pembahasan kali ini penulis ingin mengetengahkan beberapa hadits yang
tidak bisa dipakai sebagai hujjah dalam hal apapun, termasuk untuk fadhilah
amal karena kualitas sanadnya yang palsu atau sangat lemah. Selanjutnya,
penulis akan memisahkannya dengan hadits-hadits yang tidak terlalu lemah,
karena dari segi pendalilan akan berbeda, terutama bagi madzhab yang mengatakan
bolehnya mengamalkan hadits dha’if yang tidak terlalu parah kelemahannya untuk
fadhilah amal dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Hadits-hadits
semacam ini cukup sering didengar dalam berbagai ceramah maupun kajian di bulan
Ramadhan dan disampaikan oleh para ustadz yang mungkin belum mengetahui bahwa
itu adalah hadits yang tidak boleh disampaikan kepada umat kecuali dengan
menjelaskan kelemahannya. Hadits-hadits yang masuk kategori ini adalah
hadits dengan derajat maudhu’ (palsu) berdasarkan keterangan para ulama di
bidang ini.
Hadits-hadits
palsu meliputi:
- Hadits yang tidak jelas asal usulnya yang bisa disebut oleh para ahli ”Laa ashla lahu” (tidak ada asalnya). Hadits semacam ini tidak ditemukan dalam kitab yang mu’tabar (dipegang sebagai acuan). Biasanya hanya terdapat dalam kitab-kitab yang berisi nasehat dan ajakan tanpa mencantumkan sanad sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satu kitab yang banyak memuat hadits-hadits model semacam ini adalah kitab Durratun Nashihin, karya Al Khubawi yang cukup terkenal di negeri ini.
- Hadits yang terdapat dalam kitab-kitab mu’tabar dengan sanad yang lengkap, tapi salah satu atau beberapa rawinya dinyatakan sebagai pemalsu hadits, atau pembohong oleh para ulama jarh wa ta’dil.
Haram
hukumnya meriwayatkan hadits-hadits palsu kecuali untuk menerangkan
kepalsuannya, karena
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, ”Siapa saja yang
menceritakan hadits dariku dan dia tahu itu palsu, maka dia adalah salah satu
dari para pendusta.”(HR. Muslim dalam shahihnya dari Samurah bin Jundub dan Al
Mughirah bin Syu’bah).
Sedangkan
hadits-hadits yang sangat lemah dalam disiplin ilmu hadits ada dua macam:
- Matruk, dimana ada rawinya yang terkenal suka berdusta, meski belum pernah ketahuan berdusta dalam hadits dan tak ada yang meriwayatkan hadits itu selain dia, atau terlalu banyak kemaksiatan yang dia kerjakan dan itu diketahui orang banyak.
- Mungkar, cirinya, bermuara hanya pada satu orang, meski di bawahnya diriwayatkan oleh banyak orang darinya, dan si muara ini adalah rawi yang dha’if dan atau riwayatnya bertentangan dengan riwayat rawi yang ’adil.
Sebetulnya
ada satu lagi yang biasa disebut mathruh, tapi setelah diteliti kategori
ini masuk ke dalam matruk.
Hadits yang sangat lemah meskipun banyak tapi derajatnya sama, maka tidak bisa naik derajatnya ke hasan li ghairih, melainkan tetap saja lemah dan tak bisa diamalkan, bahkan untuk fadhilah amal sebagaimana syarat yang diajukan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar.
Hadits yang sangat lemah meskipun banyak tapi derajatnya sama, maka tidak bisa naik derajatnya ke hasan li ghairih, melainkan tetap saja lemah dan tak bisa diamalkan, bahkan untuk fadhilah amal sebagaimana syarat yang diajukan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar.
Beberapa
hadits palsu dan amat lemah tentang Ramadhan dan puasa:
1. Hadis
pertama
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri,
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri,
رَجَبٌ شَهْرُ اللهِ، وَشَعْبانُ شَهْرِيْ، وَرَمَضانُ
شَهْرُ أُمَّتِيْ
”Rajab
adalah bulannya Allah, Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan
umatku.”
Status: Palsu (maudhu’)
Alasan: Semua jalurnya melalui Abu Bakr An Naqqasy yang disebut oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar sebagai Dajjal pemalsu hadits. (Lihat: Tabyin Al-’Ajab, hal. 40-41).
Keterangan: Hadits ini dibahas panjang lebar oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam risalahnya ”Tabyiinul ’Ajab bimaa warada fii Syahri Rajab”, dan beliau berkesimpulan hadits di atas palsu. Hadits dengan makna senada juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab Fadha`il Al-Awqaat, dengan sanadnya dari Ghanjar, dari Nuh bin Abu Maryam, dari Zaid Al-Ammi, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas. Al-Hafizh memastikannya palsu karena adanya Nuh bin Abu Maryam yang ber-kunyah Abu ’Ishmah. (tabyiin Al-’Ajab, hal. 41).
Alasan: Semua jalurnya melalui Abu Bakr An Naqqasy yang disebut oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar sebagai Dajjal pemalsu hadits. (Lihat: Tabyin Al-’Ajab, hal. 40-41).
Keterangan: Hadits ini dibahas panjang lebar oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam risalahnya ”Tabyiinul ’Ajab bimaa warada fii Syahri Rajab”, dan beliau berkesimpulan hadits di atas palsu. Hadits dengan makna senada juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab Fadha`il Al-Awqaat, dengan sanadnya dari Ghanjar, dari Nuh bin Abu Maryam, dari Zaid Al-Ammi, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas. Al-Hafizh memastikannya palsu karena adanya Nuh bin Abu Maryam yang ber-kunyah Abu ’Ishmah. (tabyiin Al-’Ajab, hal. 41).
Akan tetapi
Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyatakan hadits dengan lafaz ini hanya
dha’if sebagaimana yang beliau sebutkan dalam kitabnya Silsilah Al-Ahadits
Adh-Dha’ifah wa Al-Maudhuu’ah, no. 4400. Riwayat yang ia bawakan adalah yang
terdapat dalam kitab At-Targhib karya Al-Ashbahani dalam At-Targhib dari Qiran
bin Tamam, dari Yunus, dari Al-Hasan (Al-Bashri), Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda.
Demikian
nukilan Syekh Al-Albani. Saya temukan hadits ini dalam kitab At-Targhib karya
Qawam As-Sunnah Al-Ashbahani dengan sanad sebagai berikut:
أخبرنا عبد الواحد بن علي بن فهد ببغداد، ثنا أبو الفتح
بن أبي الفوارس، ثنا عبد الله بن محمد بن جعفر، ثنا عبد الله بن محمد بن زكريا،
ثنا يوسف بن إسحاق البابي وكان ثقة، ثنا محمد بن بشير البغدادي، ثنا قران بن تمام،
عن يونس، عن الحسن، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
((من صام يوماً من رجب عدل له بصوم سنتين، ومن صام النصف من رجب عدل له بصوم ثلاثين سنة)) .
وقال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((رجب شهر الله -عز وجل- وشعبان شهري، ورمضان شهر أمتي)) .
((من صام يوماً من رجب عدل له بصوم سنتين، ومن صام النصف من رجب عدل له بصوم ثلاثين سنة)) .
وقال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((رجب شهر الله -عز وجل- وشعبان شهري، ورمضان شهر أمتي)) .
Sanad ini
jelas dha’if karena mursal, Hasan Al-Bashri bukan sahabat Nabi, melainkan
tabi’in. Juga ada nama Muhammad bin Basyir Al-Bahdadi, yaitu Muhammad bin
Basyir bin Marwan bin ‘Atha` Al-Kindi Al-Wa`izh. Biografinya disebut oleh
Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad (2/98-99) dan menukil dari Ibnu Ma’in yang
mengatakannya, “Tidak tsiqah”, juga Ad-Daraquthni yang menyebutnya, “Tidak kuat
dalam hadits.”
Dengan
demikian hadits ini teranggap sangat lemah. Wallahu a’lam.
2. Hadis
kedua
Diriwayatkan:
Diriwayatkan:
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ وَ صُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ وَ
عَمَلُهُ مُضَاعَفٌ وَ دُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ وَ ذَنْبُهُ مَغْفُوْرٌ
”Tidurnya
orang puasa itu adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amalnya akan
dilipatgandakan, doanya terkabul dan dosanya terampuni.”
Status
hadits: Sangat
lemah
Keterangan: Hadits ini disebutkan oleh As-Suyuthi dalam kitabnya Al-Jami’ Ash-Shaghir. Hadits ini sendiri diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam ”Syu’ab Al-Iman” dari Abdullah bin Abu Aufa. Dalam sanad Al-Baihaqi ada nama Sulaiman bin ’Amr An-Nakha’i yang dianggap pemalsu hadits. (Lihat: As-Silsilah Adh-Dha’ifah, no. 4696 dan Faidh Al-Qadir, karya Al-Munawi, juz 6 hal. 378, no. 9293). Dengan demikian sanad ini palsu.
Keterangan: Hadits ini disebutkan oleh As-Suyuthi dalam kitabnya Al-Jami’ Ash-Shaghir. Hadits ini sendiri diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam ”Syu’ab Al-Iman” dari Abdullah bin Abu Aufa. Dalam sanad Al-Baihaqi ada nama Sulaiman bin ’Amr An-Nakha’i yang dianggap pemalsu hadits. (Lihat: As-Silsilah Adh-Dha’ifah, no. 4696 dan Faidh Al-Qadir, karya Al-Munawi, juz 6 hal. 378, no. 9293). Dengan demikian sanad ini palsu.
Tapi hadits
ini ada syahid (penguat)nya dijelaskan oleh Syekh Al-Albani secara panjang
lebar dalam As-Silsilah Adh-Dha’ifah juz. 10, hal. 230 – 231. Intinya, derajat
hadits dengan redaksi di atas tidak sampai palsu, melainkan hanya dha’if jiddan
(sangat lemah). Wallahu a’lam.
3. Hadits
ketiga
مَنْ فَرِحَ بِدُخُوْلِ رَمَضَانَ حَرَّمَ اللهُ
جَسَدَهُ عَلَى النِّيْرانِ
”Barangsiapa
bergembira akan datangnya bulan Ramadhan, niscaya Allah akan mengharamkan
jasadnya dimakan api neraka.”
Status:
Tidak ada asalnya.
Keterangan: Hadits ini terdapat dalam kitab Durratun Nashihiin, karya Utsman Al-Khubawi yang terkenal memuat banyak hadits palsu dan sangat lemah, meski tak sedikit pula hadits shahih dalam kitab itu. Berhubung hadits ini tidak bisa ditemukan dalam kitab-kitab yang mu’tabar, maka penulis berkesimpulan hadits ini palsu.
4. Hadits
keempat
Hadits doa
malaikat Jibril:
”Ya Allah
tahan puasa (jangan terima) umat Muhammad bila memasuki Ramadhan dia belum
meminta maaf kepada orangtuanya, atau istri belum minta maaf kepada suami, atau
orang-orang terdekat….”
Status:
Tidak ada asalnya.
Hadits yang belakangan populer ini, setelah penulis cari ternyata tidak
ada asalnya. Besar kemungkinan ini diucapkan oleh orang yang hafalannya salah
kemudian disebarkan baik via internet maupun mulut ke mulut.
Memang ada
hadits doa malaikat Jibril yang diaminkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam, tapi redaksinya bukan demikian, melainkan sebagai berikut.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke mimbar lalu berkata, “Aamin, amin, amin”.
Para sahabat bertanya. “Kenapa Anda berkata ‘Amin, amin, amin, Ya Rasulullah?”
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jibril datang kepadaku dan berkata : ‘Hai Muhammad, celaka seseorang yang jika disebut nama engkau namun ia tidak bershalawat kepadamu dan katakanlah amin!’ Maka kukatakan, ‘Amin’.
Para sahabat bertanya. “Kenapa Anda berkata ‘Amin, amin, amin, Ya Rasulullah?”
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jibril datang kepadaku dan berkata : ‘Hai Muhammad, celaka seseorang yang jika disebut nama engkau namun ia tidak bershalawat kepadamu dan katakanlah amin!’ Maka kukatakan, ‘Amin’.
Lalu Jibril berkata lagi, ‘Celaka seseorang yang masuk bulan Ramadhan tapi keluar dari bulan tersebut tidak diampuni dosanya oleh Allah dan katakanlah amin!’ maka aku berkata : ‘Amin’.
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi. ‘Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya masih hidup tapi justru tidak memasukkan ia ke surga dan katakanlah amin!’ maka kukatakan, ‘Amin”.
Hadits ini
shahih sebagaimana dijelaskan oleh Al-Haitsami dalam kitab Majma’ Az-Zawa`id.
Perhatikan perbedaan redaksinya dengan yang pertama.
5. Hadits
kelima
لَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ مَا فِي رَمَضَانَ لَتَمَنَّتْ
أُمَّتِي أَنْ يَكُونَ رَمَضَانُ السَّنَةَ كُلَّهَا
“Kalau saja
para hamba itu tahu apa yang terdapat di Ramadhan niscaya ummatku ini akan
berharap Ramadhan itu terjadi sepanjang tahun.”
Status:
sangat lemah.
Ini adalah potongan hadits panjang yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya nomor 1886. Juga dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman, no. 3361, Abu Ya’la dalam musnadnya, no. 5273, semua dari jalur Jarir bin Ayyub Al-Bajali, dari Asy-Sya’bi, dari Nafi’ bin Burdah, dari Abu (Ibnu) Mas’ud Al-Ghifari RA. Jalur lain diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (22/388) melalui jalur Hayyaj bin Bistham, Abbad menceritakan kepada kami, dari Nafi’, dari Abu Mas’ud Al-Ghifari RA.
Ini adalah potongan hadits panjang yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya nomor 1886. Juga dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman, no. 3361, Abu Ya’la dalam musnadnya, no. 5273, semua dari jalur Jarir bin Ayyub Al-Bajali, dari Asy-Sya’bi, dari Nafi’ bin Burdah, dari Abu (Ibnu) Mas’ud Al-Ghifari RA. Jalur lain diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (22/388) melalui jalur Hayyaj bin Bistham, Abbad menceritakan kepada kami, dari Nafi’, dari Abu Mas’ud Al-Ghifari RA.
Hadits ini
dha’if bahkan sebagian ulama mengatakannya palsu karena baik Jarir bin Ayyub
Al-Bajali maupun Hayyaj bin Bistham adalah dua orang yang lemah dan tak bisa
saling menguatkan sebab kelemahan mereka tergolong parah. Bahkan Ibnu
al-Jauzi memasukkannya dalam kitab Al-Maudhu’at (2/189) dan disetujui oleh
Asy-Syaukani dalam Al-Fawa`id Al-Majmu’ah (1/88).
Jarir bin Ayyub al-Bajali dianggap Yahya bin Ma’in “tidak ada apa-apanya”, Al-Bukhari menganggapnya “munkarul hadits”, An-Nasa`iy menganggapnya, “matrukul” bahkan Abu Nu’aim mengatakan dia memalsukan hadits. (Lihat: Mizan Al-I’tidal 1/391).
Jarir bin Ayyub al-Bajali dianggap Yahya bin Ma’in “tidak ada apa-apanya”, Al-Bukhari menganggapnya “munkarul hadits”, An-Nasa`iy menganggapnya, “matrukul” bahkan Abu Nu’aim mengatakan dia memalsukan hadits. (Lihat: Mizan Al-I’tidal 1/391).
Abu Hatim mengatakan, “dhaiful hadits, munkarul hadits, ditulis haditsnya tapi tidak boleh dijadikan hujjah.”
Abu Zur’ah mengatakan, “munkarul hadits” (Lihat Al-Jarh wa At-Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim jilid 2, hal. 502-503).
Sementara Hayyaj bin Bistham dikatakan lemah oleh Ibnu Ma’in dan Abu Hatim sedangkan Ahmad bin Hanbal dan Abu Daud mengatakannya matruk. Ibnu Hibban mengatakannya biasa meriwayatkan hadits-hadits yang parah dari orang-orang tisqah. (Lihat Mizan Al-I’tidal 4/318, Al-Majruhin 3/96).
Dengan
demikian status hadits ini sangat lemah sehingga tak bisa dipakai meski dalam
fadhilah amal. Wallahu a’lam.
Bersambung,
insya Allah.
11 Juni 2015
Pengajar Pesantren Bina Insan Kamil, Jakarta Pusat
Editor:
Syahid
Sumber : sabiliku.com
Bagikan
Hadits-Hadits Lemah dan Palsu Tentang Ramadhan dan Puasa (Bag 1)
4/
5
Oleh
Ramdhan Rizki